Selasa, 24 Juli 2012

Ekspedisi Singgalang I di Dharmasraya, Hadiah Purnama dari Langit

Ekspedisi Singgalang I di Dharmasraya, Hadiah Purnama dari Langit
DHARMASRAYA— Malam ini, meski bukan purnama, tapi bulan bulat penuh, seolah-olah kami diberi hadiah oleh langit yang mahaluas. Candi Padang Roco (Padang Arca) di Jorong Sungai Langsek, Dharmasraya, bermandikan cahaya, sepi dan sendirian. Ingin rasanya kami bermain kelereng di bawah temaram. Tapi, kelereng tidak ada pula. Sudahlah, ini adalah malam yang indah. Cahaya rembulan berpender jinak di atas aliran Batang Hari. Di sini, di tempat kami berada, sepertinya kesunyian ingin bersemayam berjalin berkulindam dengan bintang di langit.

Ini hari ketiga Tim Ekspedisi Singgalang I berada di tepian Batang Hari, Dharmasraya. Berada di kampung terpencil, jauh dari gemerlap perkotaan dan dipisahkan sungai terpanjang di Sumatra, candi yang telah berumur delapan abad lebih, tetap berdiri gagah. Segagah sejarah yang pernah mengitarinya. Candi itu, terpajang elok, tak lapuk dimakan usia. Malam kemarin bangunan masa lampau tersebut, seperti sedang menancapkan sejarah ke bumi lalu menyapa setiap yang lewat di sana. Bangunan candi terdiri tiga buah bangunan. Satu besar, dua candi lainnya berukuran lebih kecil.
Pamalayu
Memasuki lokasi percandian, kita serasa kembali ke abad 12. Membayangkan para abdi istana Kerajaan Hindu Dharmasraya melakukan ritual keagamaan mereka. Kawasan ini dulunya tempat suci. Kami, teringat Ekspedisi Pamalayu yang bersejarah itu. Cerita lebih luas soal ini telah diungkap oleh Rusli Amran dalam bukunya, “Sumatra Barat Hingga Plakat Panjang.” Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah operasi militer yang dilakukan Kerajaan Singhasari terhadap Pulau Sumatra pada tahun 1275-1293.
Pada tahun 1286 Kertanagara mengirim arca Amoghapasa untuk ditempatkan di Dharmasraya. Prasasti Padangroco menyebutkan, arca tersebut adalah hadiah persahabatan dari Maharajadhiraja Kertanagara untuk Maharaja Tribhuwanaraja di Dharmasraya.
Prasasti Padangroco juga menyebutkan, arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa menuju Sumatra dengan dikawal 14 orang, di antaranya ialah Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa, dan Rakryan Demung Mpu Wira. Kami berada di lokasi candi. Kompleks candi cukup luas juga, empat sampai 6 kali lapangan bola. Terlihat beberapa parit yang cukup lebar dan dalamnya lebih dari satu meter. Banyak ahli menduga, di sinilah pusat Kerajaan Dharmasraya itu. Jika benar, tentu dari sini, dari bukit di sini, pulalah tiap hari, dipantau air Batang Hari yang mengalir tenang, sebuah sungai yang menjadi ‘jalan tol’ masa silam. Sungai yang menjadi jalur sutera, sungai yang mencatat pragmen kehidupan anak manusia dari abad ke abad.
Dipugar
Saat ini, kawasan candi telah dipugar. Masing-masingnya diberi pagar besi dan atap. Agar peninggalan sejarah itu tetap terjaga. Di samping keberadaan candi itu, di daerah ini juga pernah ditemukan berbagai arca. Di antaranya, arca Amongapasha. Tapi, patung yang disebut-sebut duplikat Adityawarman itu, kini sudah tidak ada lagi. Sudah dibawa ke Jakarta dan disemayamkan di Museum Nasional atau yang dikenal dengan Museum Gajah.
Patung itu, tingginya 4,41 meter dan berat 4 ton. Kabarnya, sebagaimana dituturkan penduduk berdiri kukuh di atas bukit menghadap ke timur. Pada 1935, Belanda memboyongnya ke Bukittinggi. Sebuah sejarah besar pernah hadir di sini. Meski selama ini daerah ini masih kurang dikenal, tapi masyarakat sekitar meyakini, beberapa tahun ke depan daerah mereka akan ramai dikunjungi. Terutama untuk wisata sejarah. Wali Jorong Sungai Lansek, Bachtiar, Jumat (13/2), menyebut, arah untuk itu mulai terlihat. Atas prakarsa pemerintah setempat yang mulai membuka akses informasi dan transportasi ke Sungai Lansek.
“Tiang dan kabel listrik sudah terpasang. Jalan baru pun sudah hamper selesai,” katanya.
Meski kedua hal itu belum bisa mereka gunakan, bagi Bachtiar dan warganya cukup menjadikan itu sebuah harapan. Dibandingkan sebelum pemekaran, Sungai Lansek saat ini cukup banyak mengalami kemajuan. Komplek Candi Roco sendiri, mulai banyak dikunjungi orang. Namun mereka yang datang itu, masih sekedar singgah. Sehingga belum banyak memberikan kontribusi berarti bagi masyarakat sekitar.
Padahal candi dan peninggalan cagar budaya lainya apa bila dibenahi lebih maksimal serta dikelola secara profesonal akan dapat menjadi potensi yang cukup besar bagi peningkatan perekonomian masyarakat dan juga dapat mendatangkan divisa bagi pendapatan daerah. Misalnya melakukan pembenahan dengan memperluas komplek candi, serta melengkapi berbagai sarana dan prasarana pendukung seperti, toilet, serta transportasi ke lokasi itu Kemudian melengkapi dengan pergelaran dan pementasan kesenian dan budaya Sumatra Barat sehingga dengan lengkapnya sarana dan prasarana serta adanya pergelaran dan pergelaran kesenian itu akan mengundang daya tarik tersendiri bagi wisatawan lokal maupun mancanegara ke lokasi objek wisata tersebut.
Dengan semakin banyaknya wisatawan yang datang akan banyak membuka lapangan kerja bagi masyarakat, misalnya masyarakat dapat membuka usaha berjualan makanan dan berbagai suvenir. Selain itu, kontribusi untuk PAD bagi Dharmasraya juga dapat di peroleh melalui penjualan karcis masuk. Menurut Bahtiar, peluang itu nampaknya sudah dapat ditangkap oleh Bupati Dharmasraya, H.Marlon Martua DT Rangkayo Mulieh, ketika ia berkunjung ke daerah itu saat HUT Kabupaten Dharmasraya awal tahun lalu menyatakan, Candi Padang Rocok akan berubah dan situs sejarah tersebut akan memberikan dampak cukup besar terhadap masyarakat. Baik secara ekonomi, sosial maupun pembangunan dan pendidikan.
“Bupati akan memugar candi ini. Pembebasan lahan warga sudah mulai disosialisasikan pada warga,” katanya. Dikatakannya, masyarakat Sungai Lansek sangat mendukung upaya bupati tersebut. Tentang pembebasan lahan, tidak masalah. Pemilik lahan tidak keberatan, asal sesuai dengan aturan dan prosedur berlaku. “Kalau bisa, selain memugar candi, juga dibuatkan duplikat arca Amongapasha yang dulunya terdapat di sini dan sekarang di museum Nasional Jakarta. Sehingga pengunjung juga bisa melihat bentuknya langsung dari ‘tempat asalnya’,” katanya.tim
(Sumber: http://www.hariansinggalang.co.id)

1 komentar:

  1. Salam hangat dari Tim Ekspedisi Candi Indonesia, http://ekspedisicandi.com/

    BalasHapus